Bleisure sebagai Gaya Hidup Baru Generasi Muda Indonesia: Tren “Work + Play” 2025

Latar Belakang Tren gaya hidup bleisure

Fenomena gaya hidup bleisure muncul sebagai satu tren signifikan di kalangan generasi muda Indonesia yang semakin menggabungkan aspek kerja dan liburan dalam satu pengalaman. Dalam waktu belakangan, istilah “bleisure” — gabungan dari business dan leisure — kian banyak dipakai untuk menggambarkan bagaimana para profesional muda memilih destinasi, tempat tinggal sementara, dan aktivitas yang bukan hanya produktif tetapi juga menyenangkan. batiqa.com
Tren gaya hidup bleisure di Indonesia bukan hanya soal mengerjakan pekerjaan remote di pinggir pantai atau kota wisata, tetapi juga soal perubahan mindset: bekerja tidak lagi harus terikat meja kantor pagi-sore, melainkan dapat diintegrasikan dengan waktu luang, travel, dan pengalaman baru yang memunculkan keseimbangan hidup yang lebih baik. Hal ini semakin relevan di era hybrid work, digital nomad, dan fleksibilitas kerja pasca-pandemi.
Penting untuk memahami bahwa gaya hidup bleisure bukan sekadar pilihan individual, tetapi bagian dari dinamika ekonomi, industri pariwisata, co-working space, hospitality, dan bahkan urban planning. Artikel ini akan membahas secara mendalam apa yang dimaksud dengan gaya hidup bleisure, mengapa tren ini begitu kuat di Indonesia 2025, tantangan yang muncul, peluang yang terbuka, dan bagaimana pelaku industri (travel, coworking, hospitality) bisa meresponnya.

Apa itu gaya hidup bleisure dan Kenapa Indonesia Menjadi Panggung Utamanya

Gaya hidup bleisure secara harfiah berarti kombinasi antara kerja (business) dan liburan (leisure) — memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan kerja yang dilanjutkan dengan pengalaman leisure atau bahkan merancang kegiatan kerja dari lokasi yang biasanya destinasi liburan. Fokus keyphrase “gaya hidup bleisure” sudah mulai banyak muncul dalam artikel perilaku wisatawan muda Indonesia. batiqa.com
Di Indonesia, faktor-penyebab munculnya gaya hidup bleisure antara lain: meningkatnya akses internet dan konektivitas di berbagai kota dan destinasi wisata; makin banyaknya perusahaan yang menerapkan kerja remote atau hybrid; keinginan generasi muda untuk tidak saja “bekerja agar hidup” tetapi “hidup sambil bekerja”; serta pariwisata dalam negeri yang menawarkan banyak opsi destinasi yang relatif terjangkau dan variatif.
Selain itu, hospitality dan sektor pariwisata Indonesia mulai menyesuaikan diri dengan tren ini: penyediaan coworking space di hotel atau resort, paket workation (work + vacation), fasilitas internet cepat di lokasi wisata, serta akomodasi jangka pendek yang mengakomodasi kombinasi kerja dan liburan. Semua ini menjadikan Indonesia sebagai arena yang semakin menarik bagi gaya hidup bleisure.
Dengan demikian, gaya hidup bleisure bukan hanya soal individu memilih lokasi jauh untuk bekerja, tetapi juga tentang bagaimana ekosistem—pasar kerja, teknologi, travel, budaya—bergabung untuk memungkinkan gaya hidup yang lebih fleksibel dan dinamis.

Ciri-Khas Generasi Muda Indonesia yang Mengadopsi gaya hidup bleisure

Generasi muda Indonesia yang mengadopsi gaya hidup bleisure sering menampilkan beberapa karakteristik khas. Pertama, mereka cenderung mencari pengalaman yang “lebih dari sekadar kerja”—mencakup suasana, estetika lokasi, akses internet yang baik, peluang networking, serta leisure yang bermakna (misalnya surfing, hiking, kuliner lokal).
Kedua, mereka menggunakan teknologi dan mobile work sebagai fasilitas utama. Dengan laptop dan smartphone, mereka bisa bekerja dari mana saja—hotel, coworking space, kafe di destinasi wisata—hingga menjadikan destinasi liburan sebagai “kantor sementara”. Karena itu, konektivitas, fasilitas, dan kenyamanan menjadi faktor utama yang dicari.
Ketiga, mereka memiliki orientasi lifestyle yang inklusif dan fleksibel. Alih-alih bekerja keras tanpa jeda, mereka memprioritaskan keseimbangan hidup, fleksibilitas lokasi, dan pengalaman yang memperkaya hidup secara pribadi maupun profesional. Ini mencerminkan perubahan budaya kerja dan gaya hidup di banyak negara, termasuk Indonesia.
Keempat, mereka sering memperhatikan aspek estetika dan konten digital—masyarakat “Instagrammable”, “TikTok-able”—yang juga memperkuat tren bleisure. Lokasi kerja/leisure yang fotogenik, pengalaman unik, dan kombinasi kerja-liburan yang terekam digital menjadi bagian dari “branding diri” generasi ini.
Dengan memahami ciri-khas tersebut, pelaku industri travel, real-estate, coworking, dan hospitality bisa lebih tepat merancang produk dan layanan yang sesuai dengan gaya hidup bleisure yang semakin populer di Indonesia.

Dampak Ekonomi dan Industri dari gaya hidup bleisure

Tren gaya hidup bleisure dapat membawa dampak ekonomi dan industri yang cukup signifikan. Dari segi pariwisata domestik, destinasinya mendapatkan arus wisatawan yang tidak hanya datang untuk liburan, tetapi juga bekerja—meningkatkan panjang tinggal rata-rata, konsumsi akomodasi dan layanan, serta membuka peluang untuk paket workation atau “remote office” di destinasi.
Sektor coworking space dan hospitality mendapat keuntungan langsung: hotel dan resort mulai menyediakan fasilitas kerja yang profesional seperti meja kerja ergonomis, ruang meeting, konektivitas tinggi, dan paket untuk stay-cation yang sekaligus bisa dipakai untuk bekerja. Ini memperluas pasar hospitality di luar turis tradisional.
Ekonomi digital dan layanan pendukung juga berkembang: aplikasi penyewaan jagung akomodasi jangka pendek (short-stay), layanan coworking di wilayah wisata, transportasi lokal yang fleksibel, serta penawaran lokal seperti kuliner, aktivitas pengalaman—semuanya meningkat. Oleh karena itu, gaya hidup bleisure menjadi multiplier bagi ekosistem ekonomi kreatif regional.
Namun, ada juga tantangan: destinasi wisata yang tadinya fokus pada “liburan saja” harus menyesuaikan dengan kebutuhan kerja (ruang tenang, WiFi cepat, lingkungan kondusif) dan kadang harus mengubah branding atau fasilitasnya. Jika tidak, peluang bleisure bisa terlewatkan.
Secara keseluruhan, gaya hidup bleisure membuka peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi lokal, diversifikasi layanan pariwisata, dan inovasi dalam industri hospitality dan coworking di Indonesia.

Tantangan dan Pertimbangan Bagi Pelaku Industri dan Pemerintah

Walaupun menjanjikan, penerapan dan akomodasi untuk gaya hidup bleisure menghadapi beberapa tantangan yang harus diperhatikan. Pertama, infrastruktur konektivitas masih belum merata di seluruh destinasi wisata di Indonesia. Bagi pekerja remote, WiFi yang lambat atau tidak stabil bisa menjadi penghambat utama.
Kedua, regulasi akomodasi jangka pendek, pajak, izin usaha coworking dan hospitality di destinasi wisata kadang belum fleksibel atau disesuaikan dengan model bisnis baru seperti workation atau coworking resort. Hal ini bisa membuat pengusaha lokal enggan mengembangkan layanan yang mendukung gaya hidup bleisure.
Ketiga, konteks budaya dan lingkungan destinasi: beberapa lokasi wisata masih menyimpan suasana keheningan atau retreat yang bertolak belakang dengan kebutuhan kerja (misalnya ruangan ramai, aktivitas malam yang sibuk). Pelaku industri harus menyeimbangkan antara leisure dan kenyamanan kerja agar gaya hidup bleisure bisa dipenuhi.
Keempat, persaingan antar-lokasi: banyak destinasi lokal maupun internasional menargetkan pasar bleisure. Indonesia harus menjaga keunikan lokal, pelayanan prima, dan diferensiasi supaya tidak kalah menarik.
Dengan memahami tantangan-ini, pelaku industri dan pemerintah dapat merancang kebijakan, fasilitas, dan layanan yang lebih adaptif terhadap gaya hidup bleisure—sehingga manfaatnya bisa maksimal bagi masyarakat dan ekonomi lokal.

Strategi Rekomendasi untuk Memaksimalkan Peluang gaya hidup bleisure di Indonesia

Untuk memaksimalkan potensi gaya hidup bleisure di Indonesia, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh pemangku kepentingan. Pertama, pengembangan destinasi “bleisure-ready”: destinasi yang selain menawarkan keindahan dan leisure, juga memiliki fasilitas kerja yang berkualitas—coworking, koneksi cepat, ruang meeting, akomodasi dengan fasilitas kerja.
Kedua, edukasi dan promosi kepada segmen milenial dan Gen Z tentang kerja remote dan travel cerdas—menggabungkan produktivitas dengan pengalaman hidup yang lebih kaya. Penyedia akomodasi dan coworking bisa membuat paket khusus “workation”, promosi kolaboratif dengan influencer atau komunitas digital nomad.
Ketiga, penguatan kolaborasi antara sektor pariwisata, teknologi, real-estate dan pendidikan: misalnya pengembangan kurikulum kerja remote, sertifikasi coworking, integrasi pariwisata digital, serta insentif bagi destinasi yang berhasil menarik pekerja remote.
Keempat, regulasi dan insentif pemerintah lokal: mempermudah izin operasional coworking/resort jangka pendek, menyediakan zona ekonomi kreatif di destinasi wisata, serta memperkuat infrastruktur digital di kawasan wisata—sehingga destinasi bleisure bisa tumbuh secara inklusif.
Dengan strategi-tersebut diterapkan, gaya hidup bleisure dapat menjadi salah satu motor penggerak ekonomi baru, menciptakan peluang untuk destinasi wisata lokal, startup, hospitality modern, dan talenta digital Indonesia.

Penutup

Gaya hidup bleisure telah muncul sebagai tren yang signifikan dan relevan bagi generasi muda Indonesia — bukan hanya pilihan gaya hidup, tetapi juga refleksi perubahan cara kita bekerja, hidup, dan bepergian. Dengan fokus keyphrase gaya hidup bleisure, kita memahami bahwa masa depan kerja dan liburan semakin melebur, dan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pemain utama dalam tren ini.
Meski tantangan seperti infrastruktur digital, regulasi dan persaingan global tetap ada, peluang yang terbuka jauh lebih besar—baik bagi individu maupun bagi industri pariwisata, hospitality dan coworking. Dengan strategi yang tepat dari pemangku kepentingan, gaya hidup bleisure bisa membawa keuntungan ekonomi dan sosial yang nyata.
Mari kita sambut tren ini bukan hanya sebagai fenomena sementara, tetapi sebagai bagian dari transformasi gaya hidup dan ekonomi Indonesia menuju era yang lebih fleksibel, kreatif, dan bermakna.

Referensi

• “Bleisure: Gaya Hidup Baru Wisatawan Muda di Indonesia”. Batiqa.com. batiqa.com

• Wikipedia entry: Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) — memberikan konteks event budaya dalam industri lifestyle/travel. en.wikipedia.org