Skip to content

Menu

  • Finance
  • Technology
  • Travel
  • Pemerintah
  • Daerah
  • Viral
  • Politik

Archives

  • September 2025
  • August 2025

Calendar

September 2025
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  
« Aug    

Categories

  • Daerah
  • Finance
  • Hukum
  • Online Games
  • Pemerintah
  • Pendidikan
  • Politik
  • Sports
  • Technology
  • Tokoh
  • Viral

Copyright WAHANALISTRIK.COM 2025 | Theme by ThemeinProgress | Proudly powered by WordPress

WAHANALISTRIK.COM
  • Finance
  • Technology
  • Travel
  • Pemerintah
  • Daerah
  • Viral
  • Politik
You are here :
  • Home
  • Pemerintah ,
  • Hukum ,
  • Pendidikan
  • Sederet Kebijakan Pendidikan Nadiem Makarim yang Picu Kontroversi Publik
Written by Timothy JohnsonSeptember 5, 2025

Sederet Kebijakan Pendidikan Nadiem Makarim yang Picu Kontroversi Publik

Pemerintah . Hukum . Pendidikan Article

Transformasi Pendidikan ala Nadiem Makarim yang Tak Selalu Diterima

wahanalistrik.com – Nadiem Makarim datang ke dunia pendidikan Indonesia dengan semangat inovasi dan gebrakan. Latar belakangnya sebagai pendiri perusahaan teknologi membuat banyak pihak berharap ia bisa membawa perubahan signifikan di sektor pendidikan yang selama ini dianggap stagnan dan ketinggalan zaman. Namun, tak semua kebijakan yang diterapkannya berjalan mulus. Sebaliknya, sejumlah kebijakan justru menimbulkan polemik dan menuai kritik dari berbagai kalangan.

Dalam beberapa tahun terakhir, publik menyaksikan bagaimana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah Nadiem mencoba mendorong reformasi struktural. Mulai dari perubahan kurikulum, sistem penilaian, digitalisasi sekolah, hingga perubahan skema pendanaan pendidikan. Sayangnya, tak sedikit dari kebijakan tersebut dinilai tergesa-gesa, kurang sosialisasi, atau tidak relevan dengan kondisi lapangan.

Respons masyarakat, terutama dari kalangan guru, dosen, dan pelaku pendidikan di daerah, pun beragam. Ada yang menyambut positif karena melihat semangat perbaikan, tapi tidak sedikit juga yang merasa bingung, tertekan, hingga menolak. Inilah yang membuat kebijakan pendidikan Nadiem Makarim menjadi salah satu topik yang terus trending dan mengundang perdebatan hangat di ruang publik.

Kurikulum Merdeka – Inovatif tapi Minim Sosialisasi?

Salah satu kebijakan paling besar dan kontroversial dari Nadiem Makarim adalah penerapan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini digadang-gadang sebagai penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, dengan fokus pada penguatan kompetensi dasar, pengembangan karakter, dan fleksibilitas pembelajaran sesuai konteks sekolah. Di atas kertas, ini terdengar progresif dan menjanjikan.

Namun, pelaksanaannya di lapangan tidak sesederhana itu. Banyak guru mengaku belum sepenuhnya memahami struktur dan pendekatan baru dalam kurikulum ini. Materi yang minim, pelatihan yang terbatas, serta kesiapan sumber daya yang belum merata membuat implementasi Kurikulum Merdeka seringkali menimbulkan kebingungan. Apalagi, kebijakan ini awalnya diluncurkan dalam bentuk “opsional” namun perlahan-lahan menjadi “kewajiban”.

Selain itu, Kurikulum Merdeka dinilai terlalu menuntut guru untuk berinovasi tanpa disertai peningkatan kapasitas yang memadai. Di beberapa daerah, bahkan masih kesulitan soal infrastruktur dasar seperti koneksi internet dan perangkat pembelajaran digital, yang sebenarnya menjadi syarat agar kurikulum ini bisa berjalan efektif.

Kritik utama datang dari para pemerhati pendidikan yang menyebut bahwa Kurikulum Merdeka bagus sebagai konsep, tapi terlalu cepat diluncurkan dan belum siap secara ekosistem. Ini menjadi catatan penting yang harus dievaluasi, agar semangat merdeka belajar tidak justru jadi beban baru bagi para pendidik.

Digitalisasi Sekolah – Kemajuan atau Ketimpangan Baru?

Digitalisasi sekolah menjadi bagian besar dari visi Nadiem Makarim dalam mentransformasikan sistem pendidikan. Salah satu program andalannya adalah platform Rapor Pendidikan, Kampus Merdeka, hingga penguatan ekosistem digital melalui penyediaan Chromebook dan akses internet ke sekolah-sekolah.

Sayangnya, kebijakan digitalisasi ini menimbulkan jurang ketimpangan yang makin nyata. Sekolah-sekolah di kota besar mungkin bisa memanfaatkan teknologi ini secara maksimal, tapi tidak demikian dengan sekolah di pelosok. Banyak sekolah di daerah belum punya koneksi internet stabil, belum punya perangkat memadai, bahkan belum siap secara sumber daya manusia.

Selain itu, proses digitalisasi ini juga memunculkan tekanan baru pada guru dan kepala sekolah. Mereka dituntut untuk melek teknologi, mengisi data-data secara berkala di berbagai platform, yang dalam praktiknya kadang justru mengalihkan fokus dari proses mengajar-mengajar yang sebenarnya. Banyak guru mengeluhkan beban administratif yang meningkat sejak digitalisasi digencarkan.

Di sisi lain, tidak ada standar teknis dan pelatihan masif yang bisa menjamin semua pihak bisa menjalankan digitalisasi ini dengan lancar. Alhasil, meski niatnya bagus, kebijakan ini justru membuka celah ketidaksetaraan dan kecemasan baru, terutama di lingkungan sekolah yang belum siap bertransformasi digital.

Kampus Merdeka dan MBKM – Ambisius tapi Membingungkan

Di jenjang pendidikan tinggi, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) menjadi kebijakan paling mencolok dari era Nadiem. Mahasiswa diberi kebebasan untuk belajar di luar program studi selama maksimal tiga semester. Mereka juga bisa magang, mengajar, atau menjalani proyek sosial sebagai bagian dari perkuliahan.

Program ini secara konsep dinilai sebagai terobosan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dunia kerja modern memang membutuhkan lulusan yang adaptif, kolaboratif, dan punya pengalaman lapangan. Tapi, pelaksanaan MBKM di lapangan ternyata jauh dari ideal.

Banyak perguruan tinggi bingung menyesuaikan kurikulum mereka dengan skema MBKM. Belum lagi soal akreditasi, penilaian capaian pembelajaran, dan beban kerja dosen yang makin kompleks. Beberapa kampus merasa MBKM lebih cocok diterapkan di universitas besar dengan sumber daya lengkap, bukan di kampus-kampus kecil yang masih bergulat dengan masalah operasional.

Mahasiswa juga tak luput dari kebingungan. Tidak semua paham bagaimana teknis program ini, bagaimana memilih program MBKM yang tepat, hingga apakah benar kegiatan MBKM bisa meningkatkan daya saing mereka di dunia kerja. Kebijakan ini pada akhirnya memunculkan kesenjangan baru antara kampus besar dan kecil, serta antara mahasiswa yang terfasilitasi dengan baik dan yang tidak.

Dana BOS dan PPPK Guru – Harapan yang Belum Terwujud Maksimal

Kebijakan di bidang pendanaan dan tenaga pengajar juga tak luput dari kontroversi. Penyaluran Dana BOS yang sebelumnya dibebaskan penggunaannya oleh sekolah, mendapat kritik karena kurangnya pengawasan. Ada kekhawatiran bahwa pelonggaran penggunaan dana ini justru membuka celah penyimpangan, terutama di sekolah yang belum punya sistem tata kelola yang baik.

Di sisi lain, program rekrutmen guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) juga menyisakan persoalan. Banyak guru honorer yang merasa kecewa karena tidak lolos seleksi, atau tidak mendapatkan penempatan meskipun sudah dinyatakan lulus. Ketidakjelasan mekanisme dan lambatnya distribusi formasi membuat kepercayaan terhadap kebijakan ini menurun.

Para guru honorer, yang selama ini menjadi tulang punggung pendidikan dasar, merasa tidak mendapatkan kepastian karier meski sudah mengabdi bertahun-tahun. Mereka menuntut sistem seleksi yang lebih adil, transparan, dan manusiawi. Nadiem Makarim sendiri sempat menyatakan bahwa reformasi guru adalah proses panjang, tapi sebagian pihak menilai progresnya masih terlalu lambat dan tidak merata.

Penutup – Evaluasi dan Harapan untuk Kebijakan Pendidikan ke Depan

Sederet kebijakan pendidikan Nadiem Makarim memang memperlihatkan keberanian dan semangat reformasi. Namun, keberanian saja tidak cukup. Perubahan dalam dunia pendidikan membutuhkan kesiapan ekosistem, pemahaman lapangan, serta pendekatan yang inklusif.

Kritik terhadap kebijakan-kebijakan seperti Kurikulum Merdeka, digitalisasi sekolah, MBKM, dan program PPPK bukan berarti menolak perubahan. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk evaluasi dan perbaikan agar arah reformasi benar-benar menyentuh kebutuhan akar rumput pendidikan Indonesia.

Ke depan, publik tentu berharap kebijakan pendidikan lebih realistis, bertahap, dan melibatkan suara dari semua elemen: guru, siswa, orang tua, dosen, kampus, dan daerah. Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan di era transformasi digital punya peluang besar untuk menciptakan warisan positif — selama ia mau mendengar dan bergerak bersama, bukan hanya dari atas.

You may also like

Seusai Sertijab, Ribuan Pegawai Lepas Sri Mulyani: Apa yang Terkandung dalam Momen Perpisahan Ini?

Koalisi Sipil Kritik TNI Terkait Dugaan Pidana Ferry Irwandi: Apa yang Terjadi di Balik Pernyataan Ini?

Kejaksaan dan Istana Tanggapi Klaim Hotman Bisa Buktikan Nadiem Tak Korupsi

Tags: Berita Pendidikan, Kebijakan Pendidikan, Kontroversi Pendidikan, Kurikulum Merdeka, Nadiem Makarim, Pendidikan Indonesia

Archives

  • September 2025
  • August 2025

Calendar

September 2025
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  
« Aug    

Categories

  • Daerah
  • Finance
  • Hukum
  • Online Games
  • Pemerintah
  • Pendidikan
  • Politik
  • Sports
  • Technology
  • Tokoh
  • Viral

Archives

  • September 2025
  • August 2025

Categories

  • Daerah
  • Finance
  • Hukum
  • Online Games
  • Pemerintah
  • Pendidikan
  • Politik
  • Sports
  • Technology
  • Tokoh
  • Viral
September 2025
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  
« Aug    

Copyright WAHANALISTRIK.COM 2025 | Theme by ThemeinProgress | Proudly powered by WordPress